Menakar Kualitas Udara Dunia dengan Data

DKI Jakarta sempat mencatatkan diri berada di urutan pertama kota dengan kualitas udara paling buruk di dunia. Ketersediaan data dan visualisasi dapat memberikan gambaran hingga acuan dalam menentukan langkah kebijakan hingga ke kegiatan keseharian.

Bunga Dea Laraswati
Bunga Dea Laraswati

Table of Contents

Permasalahan kualitas udara regional yang buruk kini menjadi sorotan di tengah masyarakat. Terlebih, beberapa waktu lalu, tepatnya pada tanggal 15 Juni 2022, DKI Jakarta sempat menempati peringkat pertama kota dengan tingkat polusi (PM2.5) tertinggi di dunia berdasarkan pantauan data IQAir. Fakta ini kemudian mencuat dan seketika menjadi bahan diskusi banyak pihak.

Di satu sisi pemerintah dianggap sebagai yang paling bertanggung jawab atas fenomena yang terjadi dengan ketidaktegasan dalam menerapkan kebijakan lingkungan. Sementara di lain pihak ada pendapat bahwa tingkat kesadaran diri dari masyarakat yang rendah masih menjadi faktor utama buruknya kualitas udara regional.

Ketersediaan data kualitas udara dan visualisasi baik secara historikal maupun real-time dapat memberikan insight lebih luas dan bermanfaat bagi banyak pihak dalam menyikapi fenomena ini lebih lanjut.

Dengan ketersediaan data tersebut juga dapat memperlihatkan bagaimana proyeksi keadaan di masa yang akan datang. Hal ini tentu berguna khususnya bagi pemerintah dan lembaga riset dalam menentukan strategi apa yang tepat untuk diterapkan di kemudian hari dalam menanggapi fenomena tersebut.

Kualitas Udara Dunia 2021

C:\Users\ACER\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\DASHBOARD1.png

Berdasarkan data Laporan Kualitas Udara Dunia IQAir terbaru tahun 2021 – yang menyajikan gambaran umum keadaan kualitas udara global dari 6.475 kota di 117 negara berdasarkan tingkat partikel PM2.5 di udara dalam satuan µg/m³ – tampak negara-negara di kawasan Asia khususnya Asia Selatan mencatatkan kualitas udara yang terburuk dengan konsentrasi PM2.5 yang lebih tinggi di antara kawasan-kawasan lain.

Di urutan pertama negara dengan tingkat PM2.5 tertinggi pada tahun 2021 ditempati oleh Bangladesh dengan konsentrasi PM2.5 di angka 76,9 µg/m³. Angka tersebut 15 kali lipat di atas angka rekomendasi World Health Organization (WHO) yang pada September 2021 lalu menetapkan tingkat konsentrasi PM2.5 tahunan yang direkomendasikan sebesar 5 µg/m³, turun dari yang sebelumnya 10 µg/m³ sejak tahun 2006.

Selanjutnya di urutan kedua ditempati oleh Chad, salah satu negara di Benua Afrika, mencatatkan konsentrasi PM2.5 rata-rata sepanjang tahun 2021 sebesar 75,9 µg/m³. Pakistan berada di urutan selanjutnya dengan konsentrasi PM2.5 di angka 66,8 µg/m³.

Kemudian, di urutan keempat ada salah satu negara dari kawasan Asia Tengah, Tajikistan, yang mencatatkan tingkat PM2.5 di angka 59,4 µg/m³. Dan di urutan kelima ditempati oleh India, yang secara geografis berbatasan langsung dengan dua negara dengan tingkat PM2.5 yang juga tertinggi, Bangladesh dan Pakistan. Salah satu negara dengan penduduk paling padat ini mencatatkan tingkat konsentrasi PM2.5 sepanjang 2021 di angka 58,1 µg/m³.

Di urutan ini Indonesia berada di peringkat 17, satu tingkat di bawah Montenegro dan setingkat di atas Nigeria. Indonesia mencatatkan angka rata-rata konsentrasi PM2.5 pada tahun 2021 sebesar 34,3 µg/m³, sedikit lebih baik dari Montenegro dengan 35,2 µg/m³.

Peringkat Kualitas Udara Ibukota 2021

Dalam laporan IQAir terbaru juga menyediakan data kualitas udara dari tiap ibukota negara di dunia pada tahun 2021. Di urutan pertama ditempati oleh New Delhi, ibukota India, dengan tingkat konsentrasi PM2.5 di angka 85 µg/m³. Kota ini dihadapkan pada masalah pencemaran lingkungan yang cukup serius, faktor kepadatan penduduk yang salah satu tertinggi di dunia juga menjadi salah satu penyebab sulitnya pengendalian dan pengawasan lingkungan di wilayah tersebut.

Selanjutnya di urutan kedua ditempati oleh Dhaka, ibukota Bangladesh, yang mencatatkan tingkat PM2.5 di angka 78,1 µg/m³, lebih tinggi dibanding rata-rata tingkat PM2.5 nasional mereka di tahun yang sama. Di urutan selanjutnya ditempati oleh ibukota Chad, N’djamena, mencatatkan angka konsentrasi PM2.5 sebesar 77,6 µg/m³ di tahun 2021.

Kemudian Dushanbe, Tajikistan, menjadi ibukota dengan tingkat PM2.5 tertinggi keempat sepanjang 2021 dengan tingkat konsentrasinya di angka 59,5 µg/m³. Di urutan kelima, Muscat, ibukota Oman, salah satu negara di kawasan Asia Barat, mencatatkan tingkat konsentrasi PM2.5 di angka 53,9 µg/m³.

Ibukota Indonesia sendiri, Jakarta, menempati urutan ke-12 ibukota dengan tingkat PM2.5 tertinggi pada tahun 2021. Jakarta mencatatkan tingkat konsentrasi PM2.5 sebesar 39,2 µg/m³, sedikit lebih baik dari Islamabad, ibukota Pakistan, di posisi setingkat lebih tinggi, dengan konsentrasi PM2.5 di angka 41,1 µg/m³.

Kualitas Udara Indonesia 2021

Di antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menempati urutan pertama dengan tingkat PM2.5 tertinggi untuk tahun 2021 berdasarkan laporan IQAir. Tingkat konsentrasi PM2.5 di Indonesia pada tahun 2021 berada di angka 34,3 µg/m³. Terjadi penurunan tingkat konsentrasi PM2.5 tahunan di Indonesia yang mana pada tahun 2020 angkanya berada pada 40,7 µg/m³.

Meski menurun sekitar 16 persen, dan menunjukkan peningkatan kualitas udara secara umum, Indonesia tetap memegang label negara dengan udara paling tercemar di kawasan Asia Tenggara, sama seperti tahun sebelumnya. Untuk tahun 2021 angkanya pun terpaut cukup signifikan, sekitar 30 persen lebih tinggi dari negara di urutan kedua Myanmar.

Adapun di antara kota-kota di Indonesia, DKI Jakarta menjadi kota dengan kualitas udara terburuk pada tahun 2021 dengan menunjukkan tingkat konsentrasi PM2.5 paling tinggi, yakni 39,2 µg/m³. Diikuti oleh beberapa kota-kota besar yang merupakan ibukota provinsi, yakni terdapat Surabaya, Bandung, Semarang, serta Palembang.

Bagaimana Cara Melindungi Diri dari Polusi Udara?

Mengutip Detikhealth, ada beberapa hal yang direkomendasikan untuk melindungi dari ancaman polusi udara:

  • Memakai masker di luar ruangan
  • Menutup jendela untuk menghindari paparan udara buruk
  • Menyalakan air purifier
  • Menghindari olahraga di luar ruangan.

Selain itu, memantau data kualitas udara secara real-time di wilayah tertentu juga dapat membantu memberikan pertimbangan yang lebih valid dalam menentukan aktivitas kegiatan sehari-hari.

Kesimpulan

Apabila tidak segera diambil tindakan nyata baik oleh pemerintah melalui penegakan kebijakannya maupun oleh masyarakat dengan kesadaran kolektif, maka permasalahan kualitas udara yang buruk ini akan terus berlanjut dan membawa pada keadaan yang mengkhawatirkan di kemudian hari.

Dengan itu partisipasi dari seluruh pihak dapat dimulai dari melihat, mencermati hingga menganalisis data historikal maupun real-time yang tersedia untuk memberikan gambaran terkait kondisi yang terjadi saat ini dan bagaimana proyeksinya ke depan. Sehingga dapat melahirkan buah pikir hingga tindakan yang lebih bijak dalam menanggapi fenomena yang sedang terjadi.

Tingkatkan kemampuan dan pemahaman Anda terhadap data dengan mengikuti kelas data science yang disediakan oleh Algoritma Data Science School. Tersedia beberapa spesialisasi kelas mulai dari analisis data, visualisasi data, hingga machine learning yang dapat Anda ikuti. Daftar sekarang dan sampai jumpa di kelas!

Referensi:

  • iqair.com - world air quality report
  • health.detik - dki ranking 1 kualitas udara terburuk dunia

Get Free Learning Resources

* indicates required
Insights

Bunga Dea Laraswati

Sr. Writer Algoritma Data Science School