Apakah Demokratisasi Data Terlalu Berlebihan?
Demokratisasi data menjadi salah satu konsep terkini yang sedang menjadi sorotan ketika membahas penggunaan data bisnis yang lebih efektif. Namun, apakah hype atau kegembiraan terkait demokratisasi data ini sebanding dengan manfaat yang dijanjikan? Artikel ini akan membahas apa itu demokratisasi data, manfaatnya, serta tantangan dan faktor keberhasilan yang perlu diatasi oleh setiap organisasi dalam upaya penerapannya.
Apa itu Demokratisasi Data
Demokratisasi data adalah upaya untuk memberikan akses lebih luas kepada pengguna bisnis untuk mengakses data organisasi mereka sendiri. Namun, lebih dari sekadar memberikan akses, demokratisasi data seharusnya juga mencakup pemberdayaan yang praktis dan berkelanjutan kepada karyawan agar mereka dapat terus menggunakan data dan meningkatkan keterampilan analitik mereka.
Demokratisasi data juga mencakup aspek berkelanjutan, di mana karyawan diharapkan terus-menerus meningkatkan keterampilan analitik mereka seiring waktu. Ini tidak hanya tentang memberikan akses ke data saat ini, tetapi juga tentang menciptakan budaya di mana penggunaan data menjadi bagian integral dari operasi sehari-hari organisasi. Dengan demikian, demokratisasi data bukan hanya tentang memberikan akses, tetapi juga tentang menciptakan transformasi budaya di dalam organisasi untuk memanfaatkan potensi data secara maksimal.
Manfaat Demokratisasi Data
Demokratisasi data membawa sejumlah manfaat besar bagi organisasi. Pertama, hal ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan waktu dan sumber daya dalam organisasi. Dengan adanya individu yang memiliki pemahaman mendalam tentang bisnis mereka dan juga kemampuan untuk mengelola dan menganalisis data, tugas-tugas yang sebelumnya membosankan dan rutin dalam manajemen data dapat diatasi dengan lebih efisien. Hal ini memungkinkan para ahli data profesional untuk fokus pada tugas-tugas yang lebih kompleks dan strategis. Selain itu, dengan akses yang lebih luas ke data organisasi, volume data yang sebelumnya tidak terpakai dapat dimanfaatkan, mengurangi biaya yang terkait dengan penyimpanan dan manajemen data yang tidak diperlukan.
Selanjutnya, demokratisasi data juga berdampak pada peningkatan kualitas keputusan. Dengan lebih banyak tim yang memiliki beragam latar belakang keahlian diizinkan untuk mengakses dan menganalisis data, keputusan yang diambil menjadi lebih baik dan komprehensif. Bias individu dan prasangka yang seringkali muncul akibat latar belakang profesional tertentu dapat diminimalkan, sehingga penalaran berdasarkan data menjadi lebih beragam dan objektif. Akses yang lebih luas ke data juga memberdayakan karyawan dengan memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang tugas mereka dan menciptakan rasa kepemilikan terhadap pekerjaan mereka. Semua ini bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih produktif dan efisien di dalam organisasi.
Tantangan Dalam Self-Service Analytics
Dalam upaya memahami kendala dalam menerapkan self-service analytics, kita dapat membandingkannya dengan tantangan yang menghalangi kelangsungan demokrasi dalam suatu negara. Ini karena setiap organisasi memiliki struktur internal yang mirip dengan tatanan politik dalam lingkungan bernegara. Dengan analogi ini, kita dapat lebih baik memahami hambatan yang muncul dalam menciptakan lingkungan di mana karyawan dapat dengan mandiri menggunakan data untuk pengambilan keputusan.
Ketersediaan Sarana Untuk Mencapai Tujuan
Salah satu tantangan utama dalam mewujudkan demokratisasi data adalah ketersediaan sarana yang memadai. Dalam konteks demokrasi, kita bisa membandingkannya dengan hak warga negara untuk mengakses informasi yang disimpan oleh badan pemerintah. Namun, hak ini menjadi kurang bermakna jika tidak ada prosedur yang terukur, katalog informasi yang mudah dimengerti, dan infrastruktur digital yang memadai untuk mengakses informasi tersebut. Demikian pula, dalam dunia bisnis, memberikan akses data kepada lebih banyak karyawan saja tidak akan cukup untuk memperluas jumlah pengguna data. Untuk mewujudkan demokrasi data yang efektif, diperlukan sumber daya yang substansial, seperti alat analitik yang memungkinkan karyawan untuk bekerja dengan data internal dan bahkan mengumpulkan informasi tambahan yang tersedia secara publik yang berguna untuk menyelesaikan tugas mereka.
Implementasi demokrasi data dalam kehidupan nyata bisa menjadi rumit karena organisasi perlu mencari atau mengembangkan solusi khusus yang memiliki antarmuka SQL bagi pengguna data berpengalaman sekaligus fitur "drag and drop" untuk pemula. Meskipun berbagai alat semacam ini sudah ada, mereka membutuhkan pemodelan data yang terdokumentasi dengan baik. Oleh karena itu, setiap organisasi harus mencari alat yang paling cocok dengan keterampilan dan kebutuhan karyawan mereka, karena tidak ada solusi yang sesuai untuk semua. Dalam mengatasi tantangan ini, organisasi perlu berinvestasi dalam sumber daya teknologi yang tepat.
Selain itu, tantangan kedua yang tak kalah penting adalah literasi data. Pendidikan dan pelatihan yang benar-benar efektif diperlukan untuk memastikan bahwa karyawan memiliki pemahaman yang cukup tentang penggunaan data, termasuk aspek-aspek praktis, hukum, dan etika yang terkait dengan data. Tanpa pendidikan yang memadai, ada risiko bahwa karyawan tidak akan dapat menggunakan data terbuka dengan baik atau bahkan menginterpretasikan data secara salah, yang dapat mengarah pada kesimpulan yang keliru.
Tanggung Jawab Bersama
Saat orang-orang yang sebelumnya hidup di bawah rezim otoriter bertransisi ke demokrasi, salah satu tantangan utamanya adalah belajar mengambil tanggung jawab individu terhadap kesejahteraan publik yang datang dengan kebebasan dan pemerintahan diri. Dalam konteks transisi ke demokrasi data, tantangan yang sama muncul dalam bentuk penerimaan perlindungan data sebagai tanggung jawab bersama setiap karyawan. Ketika pengelolaan dan berbagi data menjadi eksklusif domain IT dan spesialis data, tanggung jawab untuk memastikan kualitas, keamanan, dan kepatuhan dari prosedur-prosedur ini juga jatuh ke tangan mereka.
Oleh karena itu, tujuannya adalah meyakinkan karyawan untuk tidak takut menggunakan data dan memberdayakan mereka untuk melakukannya dengan cara yang aman dan bertanggung jawab. Pelatihan yang mencakup regulasi data dan keamanan siber sangat penting untuk mencapai tujuan ini. Beberapa organisasi, seperti Airbnb, telah menunjukkan contoh yang baik dengan mendirikan internal Data University untuk meningkatkan literasi data di antara karyawannya. Sebelumnya, Airbnb juga membuka akses data internal dengan meluncurkan alat eksplorasi data yang disebut Data Portal. organisasi seperti Netflix dan Uber, di antara lain, juga menggunakan alat analitik mandiri yang dilengkapi dengan pelatihan data internal. Bagi organisasi yang memutuskan untuk mengikuti jalan ini, faktor terpenting yang perlu dipertimbangkan adalah apakah demokratisasi data seharusnya melibatkan semua karyawan dengan cara yang sama atau tidak. Seringkali, organisasi mendapat manfaat dengan memisahkan karyawan ke dalam berbagai kelompok target atau persona yang memiliki hak akses data yang berbeda dan menerima pendidikan yang disesuaikan.
Perubahan Budaya
Dalam konteks demokrasi data, perubahan budaya dalam organisasi menjadi kunci sukses dalam mewujudkan demokratisasi data. Ini mirip dengan pentingnya budaya yang mendorong kolaborasi dan pengambilan keputusan yang terdesentralisasi dalam demokrasi politik. Tanpa perubahan budaya yang sesuai, kondisi material yang mendukung demokratisasi data dapat menjadi tidak efektif. Bahkan jika semua alat yang diperlukan sudah tersedia dan sebagian besar karyawan siap untuk mengambil tanggung jawab keamanan data, demokratisasi akan gagal tanpa pergeseran budaya yang melibatkan seluruh organisasi. Pergeseran budaya ini mencakup beberapa faktor kunci, yakni diantaranya.
1. Dukungan Manajemen Puncak
Manajemen yang menyetujui inisiatif demokratisasi tidak selalu berarti bahwa mereka siap untuk secara aktif mendukungnya. Tanpa pengawasan dari manajemen puncak dan minat yang ditunjukkan, akan sangat mudah untuk kembali melakukan hal-hal dengan cara lama.
2. Memiliki Visi dan Rencana yang Jelas
Mendeklarasikan demokrasi adalah satu hal, dan membangunnya adalah hal lain. Ketika tidak ada visi mengenai peran data terbuka dalam organisasi dan tidak ada rencana aksi, pengembangan demokrasi data jarang sekali melampaui langkah awal.
3. Kesediaan Untuk Berbagi Data
Demokrasi adalah konsep saling terbuka yang didasarkan pada rasa saling percaya dan kolaborasi. Namun, tim dalam sebuah organisasi mungkin enggan untuk berbagi data dengan yang lain, karena menganggapnya sebagai tugas tambahan yang mengganggu atau bahkan menginjak satu sama lain.
4. Mempromosikan dan Memungkinkan Inisiatif Terkait Data
Inisiatif berbasis data yang dilakukan oleh pengguna bisnis yang bukan ahli belum tentu memberikan hasil yang diinginkan atau dilakukan dengan cepat. Mendorong para karyawan untuk terus bereksperimen membutuhkan ketegasan dalam memilih potensi inovasi daripada produktivitas jangka pendek.
Kesimpulan
Demokratisasi data adalah tantangan yang kompleks, tetapi juga merupakan langkah yang diperlukan untuk mengoptimalkan penggunaan data dalam bisnis. Untuk menghadapi tantangan ini, pendidikan dan pelatihan dalam ilmu data menjadi sangat penting.
Untuk itu, kami mengajak Anda untuk menjelajahi peluang belajar ilmu data di Algoritma Data Science School, di mana Anda dapat memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menghadapi revolusi data yang sedang berlangsung di era digital saat ini. Dengan demikian, kita dapat bersama-sama mencapai tujuan demokratisasi data yang lebih luas dan efektif dalam dunia bisnis. Yuk #JadiTalentaData sekarang!
AHMAD FAUZI
Jika Anda tertarik dengan artikel seputar Insight Data Science dan beragam topik menarik lainnya, jadilah orang pertama yang membacanya dengan melakukan subscribe blog dibawah ini!