Peran Kecerdasan Buatan dalam Proses Perekrutan Modern

Penggunaan sistem kecerdasan buatan seperti ATS dan wawancara otomatis telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perekrutan modern. Simak artikel selengkapnya di sini!

Bunga Dea Laraswati
Bunga Dea Laraswati

Table of Contents

Dalam era dinamis pasar kerja saat ini, konsep yang dikenal sebagai The Great Resignation sedang berlangsung, mengacu pada gelombang resignasi massal di kalangan pekerja. Dengan lebih dari 11 juta posisi yang belum terisi di seluruh negeri, bisnis menghadapi tantangan serius dalam merekrut tenaga kerja yang berkualitas.

Fenomena ini terjadi di tengah stagnasi partisipasi tenaga kerja selama dua tahun terakhir, sementara lowongan pekerjaan melonjak mencapai tingkat rekor. Dalam konteks ini, kita tidak bisa mengabaikan dampak kuat dari kecerdasan buatan (AI) dalam proses perekrutan.

Lanskap Perubahan dalam Perekrutan

Jika kita melihat ke belakang, melamar pekerjaan sering kali melibatkan merespons iklan di koran, mencetak tumpukan resume, dan mengirimkannya secara fisik ke calon pemberi kerja. Namun, dengan perkembangan teknologi, khususnya internet, proses pencarian pekerjaan telah mengalami transformasi dramatis. Saat ini, individu dapat mengajukan lamaran ke berbagai perusahaan secara bersamaan dengan satu klik.

Pergeseran ini telah memicu peningkatan jumlah aplikasi yang diterima oleh perusahaan, yang pada gilirannya mendorong perkembangan solusi perangkat lunak yang memaksimalkan proses seleksi kandidat. Jika Anda telah mencari pekerjaan dalam lima tahun terakhir, Anda mungkin telah berinteraksi dengan teknologi seperti penyaringan resume, asesmen kepribadian, dan sistem otomatis.

Tantangan dalam Menentukan Tanggung Jawab

Seiring dengan dominasi AI dalam perekrutan, muncul pertanyaan esensial tentang siapa yang harus bertanggung jawab atas keputusan yang diambil oleh sistem AI. Ketika sistem AI melanggar hukum atau menimbulkan ketidakadilan, siapa yang akan bertanggung jawab?

Semua pertanyaan ini semakin relevan, terutama saat perusahaan mengklaim kekurangan tenaga kerja, sementara sejumlah besar pencari kerja tersedia di pasar. Ini membawa kita pada diskusi tentang krisis yang semakin memburuk dalam perekrutan yang ditenagai oleh kecerdasan buatan, sambil menyoroti kebutuhan akan intervensi regulasi yang lebih kuat.

Dampak pada Pencari Kerja

Perubahan yang terjadi di dalamnya telah membuat banyak pencari kerja bertanya-tanya bagaimana mereka dapat berhasil menavigasi lanskap baru dalam dunia perekrutan. Penggunaan sistem kecerdasan buatan yang luas, seperti Sistem Pelacakan Pelamar (ATS), telah memperkenalkan tantangan baru bagi para pencari kerja.

Sistem-sistem ini menganalisis resume, mengkategorikan kandidat, dan bahkan mengelola seluruh proses perekrutan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Ini berarti baik mahasiswa baru maupun para profesional berpengalaman harus berinteraksi dengan alat kecerdasan buatan selama wawancara atau asesmen, tergantung pada sektor industri yang mereka tuju.

Mengatasi Bias dan Keadilan

Salah satu alasan utama mengapa kita telah mengintegrasikan kecerdasan buatan dalam perekrutan adalah untuk mengurangi bias manusia yang sering hadir dalam proses tradisional. Akan tetapi, tidak ada jaminan bahwa AI akan selalu menghilangkan bias tersebut; bahkan dalam beberapa kasus, AI mungkin justru membuat bias menjadi lebih efisien. Ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi eksklusi atau kurangnya representasi dalam proses perekrutan yang didorong oleh AI.

Sistem AI seringkali kesulitan mengenali nuansa budaya, dan inilah yang membuat kita berpikir apakah bias, termasuk bias rasial, mungkin akan tetap ada tanpa kita sadari.

Mencari Keunggulan Bersaing

Pencari kerja sekarang mencari strategi untuk meningkatkan kesempatan sukses mereka dalam dunia perekrutan yang semakin dikuasai oleh kecerdasan buatan. Strategi seperti menyalin seluruh deskripsi pekerjaan ke dalam resume dengan menggunakan font putih untuk mengelabui algoritma AI menjadi salah satu yang sering dibahas di media sosial.

Namun, para ahli telah memberikan peringatan agar kita tidak terlalu fokus hanya pada upaya memanipulasi sistem ini. Mereka menekankan pentingnya adaptasi terhadap lingkungan kerja yang terus berubah sebagai kunci kesuksesan.

Akses dan Inklusivitas

Sementara universitas terkemuka dapat memberikan akses ke alat dan sumber daya untuk mengoptimalkan resume serta membantu siswa dalam persiapan perekrutan yang dikuasai oleh AI, tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama. Hal ini berpotensi menciptakan kesenjangan digital dalam pasar kerja.

Banyak individu mungkin secara tidak sengaja dikecualikan dari peluang pekerjaan karena penyaringan awal resume oleh sistem kecerdasan buatan. Tantangan ini lebih nyata lagi bagi mereka yang memiliki riwayat pekerjaan yang tidak konvensional, seperti pengalaman militer atau cuti orang tua, yang mungkin tidak selalu dipahami dengan baik oleh algoritma.

Diskriminasi Algoritma dan Transparansi

Sifat "kotak hitam" dari algoritma kecerdasan buatan telah memunculkan kekhawatiran tentang diskriminasi yang mungkin terjadi. Meskipun sistem AI tidak dirancang secara eksplisit untuk melakukan diskriminasi, mereka belajar dari data historis yang mungkin mengandung bias.

Oleh karena itu, ada risiko bahwa sistem AI dapat mempertahankan bias dan ketidaksetaraan yang telah ada dalam praktik perekrutan. Mengakui tantangan ini, beberapa perusahaan terbesar di dunia telah mengambil langkah-langkah untuk menetapkan standar audit dan transparansi dalam penggunaan AI dalam perekrutan.

Kesimpulan

Peran kecerdasan buatan dalam proses perekrutan telah mengubah cara kita merekrut tenaga kerja secara fundamental. Fenomena The Great Resignation menekan perusahaan untuk menemukan cara efisien dalam merekrut karyawan yang sesuai. Penggunaan sistem kecerdasan buatan seperti ATS dan wawancara otomatis telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perekrutan modern.

Meskipun kita telah melihat banyak manfaat, termasuk pengurangan bias manusia, tantangan seperti masalah bias dan eksklusi masih ada. Serta pentingnya memastikan akses yang merata ke alat-alat untuk mengoptimalkan resume demi menghindari ketidaksetaraan dalam pasar kerja yang terus berubah. Dalam konteks ini, menjaga keseimbangan antara otomatisasi dan keadilan menjadi kunci, dan perdebatan seputar etika dan regulasi AI dalam perekrutan akan terus berkembang.

Jika Anda tertarik untuk mempelajari lebih jauh mengenai Data Science dan penerapannya dalam industri serta ingin mengubahnya menjadi karir yang cemerlang hingga menjadi #JadiTalentaData, maka Anda dapat mendaftar dalam Bootcamp Algoritma Data Science. Bootcamp ini menyajikan serangkaian program yang akan membimbing Anda untuk memahami seluruh aspek dunia data dalam industri yang Anda minati. Tunggu apa lagi, mari bergabung dengan Algoritma sekarang!

Get Free Learning Resources

* indicates required
Insights

Bunga Dea Laraswati

Sr. Writer Algoritma Data Science School